Panduan Ibadah Umroh Sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
Shalllallahu ‘alaihi wasalam
Pertama:
Jika seseorang akan melaksanakan umrah,
dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum berihram dengan mandi sebagaimana
seorang yang mandi junub, memakai wangi-wangian yang terbaik jika ada dan
memakai pakaian ihram.
Kedua:
Pakaian ihram bagi laki-laki berupa dua
lembar kain ihran yang berfungsi sebagai sarung dan penutup pundak. Adapun bagi
wanita, ia memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh
tubuhnya. Namun tidak dibenarkan memakai cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan
tidak dibolehkan memakai sarung tangan.
Ketiga:
Berihram dari miqat untuk dengan
mengucapkan:
لَبَّيْكَ
عُمْرَةً
“labbaik ‘umroh” (aku memenuhi
panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).
Keempat:
Jika khawatir tidak dapat menyelesaikan
umrah karena sakit atau adanya penghalang lain, maka dibolehkan mengucapkan
persyaratan setelah mengucapkan kalimat di atas dengan mengatakan,
اللَّهُمَّ
مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
“Allahumma mahilli haitsu habastani”
(Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku).
Dengan mengucapkan persyaratan ini—baik
dalam umrah maupun ketika haji–, jika seseorang terhalang untuk menyempurnakan
manasiknya, maka dia diperbolehkan bertahallalul dan tidak wajib membayar dam (menyembelih
seekor kambing).
Kelima:
Tidak ada alat khusus untuk berihram,
namun jika bertepatan dengan waktu shalat wajib, maka shalatlah lalu berihram
setelah shalat.
Keenam:
Setelah mengucapkan “talbiah umrah”
(pada poin ketiga), dilanjutkan dengan membaca dan memperbanyak talbiah berikut
ini, sambil mengeraskan suara bagi laki-laki dan lirih bagi perempuan hingga
tiba di Makkah:
لَبَّيْكَ
اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ ، إنَّ الْحَمْدَ
وَالنِّعْمَةَ لَك وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa
syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”.
(Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab
panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada
sekutu bagi-Mu).
Ketujuh:
Jika memungkinkan, seseorang dianjurkan
untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.
Kedelapan:
Masuk Masjidil Haram dengan mendahulukan
kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid:
اللَّهُمَّ
افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
Kesembilan:
Menuju ke Hajar Aswad, lalu menghadapnya
sambil membaca “Allahu akbar” atau “Bismillah Allahu akbar” lalu
mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak memungkinkan untuk
menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium tangan yang mengusap
hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka cukup dengan
memberi isyarat kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium tangan yang
memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.
Kesepuluh:
Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran,
dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Dan
disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama dan berjalan biasa pada 4
putaran terakhir.
Kesebelas:
Disunnahkan pula mengusap Rukun Yamani
pada setiap putaran thawaf. Namun tidak dianjurkan mencium rukun Yamani. Dan
apabila tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka tidak perlu memberi isyarat
dengan tangan.
Kedua belas:
Ketika berada di antara Rukun Yamani dan
Hajar Aswad, disunnahkan membaca,
رَبَّنَا
آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
“Robbana aatina fid dunya hasanah, wa
fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya Rabb kami, karuniakanlah
pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta selamatkanlah kami
dari siksa neraka). (QS. Al Baqarah: 201)
Ketiga belas:
Tidak ada dzikir atau bacaan tertentu pada
waktu thawaf, selain yang disebutkan pada no. 12. Dan seseorang
yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir yang ia suka.
Keempat belas:
Setelah thawaf, menutup kedua pundaknya,
lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca,
وَاتَّخِذُوا
مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Wattakhodzu mim maqoomi ibroohiima
musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al
Baqarah: 125).
Kelima belas:
Shalat sunnah thawaf dua raka’at di
belakang Maqam Ibrahim[2],
pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al Kaafirun
dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.[3]
Keenam belas:
Setelah shalat disunnahkan minum air
zam-zam dan menyirami kepada dengannya.
Ketujuh belas:
Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu
mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi
isyarat kepadanya.
SA’I
UMRAH
Kedelapan belas:
Kemudian, menuju ke Bukit Shafa untuk
melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca,
إِنَّ
الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
“Innash shafaa wal marwata min
sya’airillah” (Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari
syiar Allah) (QS. Al Baqarah: 158).
Lalu mengucapan,
نَبْدَأُ
بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
“Nabda-u bimaa bada-allah bih”.
Kesembilan belas:
Menaiki bukit Shafa, lalu menghadap ke
arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca:
اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (3x)
لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ
الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)
Tiada sesembahan yang berhak disembah
kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala
kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan.
Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tiada sesembahan yang berhak disembah
kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong
hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[4]
Kedua puluh:
Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di
antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki.
Kedua puluh satu:
Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju
ke Marwah.
Kedua puluh dua:
Disunnahkan berlari-lari kecil dengan
cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang beada di Mas’a
(tempat sa’i) bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya.
Kedua puluh tiga:
Setibanya di Marwah, kerjakanlah apa-apa
yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir
pada no. 19 dan berdo’a dengan do’a apa saja yang dikehendaki,
perjalanan (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu putaran.
Kedua puluh empat:
Kemudian turunlah, lalu menuju ke Shafa
dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi
laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari, lalu naik ke Shafa dan
lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua putaran.
Kedua puluh lima:
Lakukanlah hal ini sampai tujuh kali
dengan berakhir di Marwah.
Kedua puluh enam:
Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir
tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang
dikehendaki.
Kedua puluh tujuh:
Jika membaca do’a ini:
اللَّهُمَّ
اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
“Allahummaghfirli warham wa antal
a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah), tidaklah mengapa
karena telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya mereka membacanya ketika
sa’i.
Kedua puluh delapan:
Setelah sa’i, maka bertahallul dengan
memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang mencukur
gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan memotong
rambutnya sepanjang satu ruas jari.
Kedua puluh sembilan:
Setelah memotong atau mencukur rambut,
maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah dibolehkan untuk mengerjakan
hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan ihram.
Demikianlah ringkasan amalan umrah yang
merupakan faedah dari Buku “Petunjuk Praktis Manasik Haji dan Umrah”, penulis
Abu Abdillah, terbitan Darul Falah.
Preparing
one day before umroh, 4 Dzulqo’dah 1431 H, in King Saud University,
Riyadh, KSA
Muhammad
Abduh Tuasikal
[1] Do’a
masuk masjid dan keluar masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id:
إِذَا دَخَلَ
أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah
seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii
abwaaba rohmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar
dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku
memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim no. 713)
[2] Yang
dimaksud Maqam Ibrahim, yaitu tempat berdiri Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika
membangun Ka’bah, bukan kuburan beliau. Shalat di belakang Maqam Ibrahim jika
kondisinya memungkinkan. Adapun jika tidak memungkinkan karena dipadati oleh
orang-orang yan thawaf atau yang mengerjakan shalat, maka boleh shalat di
tempat mana pun di dalam Masjidil Haram.
[3] Dalam
hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,
فجعل المقام
بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو الله
أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو
الله أحد
“Lantas
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan
Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut,
beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun
(surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul
yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al
Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, hal. 56)
[4] HR.
Muslim no. 1218.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar